Minggu, 18 September 2011

Pengaruh Bermain Terhadap Perkembangan anak usia 4-6 tahun


PENGARUH BERMAIN TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-6 TAHUN




 

















Nama: Citra Dewi
NIM: 1615091789
Mata Kuliah: Bahasa sebagai Sarana Komunikasi Ilmiah
Dosen Pengampu: Sri Indah Pujiastuti, M.PD






PG-PAUD
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2011
KATA PENGANTAR


Bermain merupakan inti dari program perkembangan anak usia dini yang paling tepat dan anak memiliki cara yang sesuai dengan diri mereka untuk menjadi lebih cerdas dari hari ke hari. Namun hal ini belum sepenuhnya dipahami oleh para orang tua dan pendidik. Kurangnya pemahaman para pendidik dan orang tua akan pentingnya bermain bagi anak merupakan hal yang sangat disayangkan karena anak akan sangat mudah menyerap pengetahuan yang ia pelajari saraya bermain. Sebagian besar para orang tua dan pendidik menganggap bermain merupakan hal yang membuang-buang waktu dan membuat anak malas belajar. Lalu ada juga orang tua dan pendidik yang mengganggap bahwa belajar merupakan cara yang lebih efektif untuk mengembangkan perkembangan anak dibandingkan dengan bermain.
Bermain juga sering disalah artikan oleh para orang tua dan para pendidik. Bermain selalu dinilai sebagai suatu kegiatan yang hanya membuat senang dan tidak mendapatkan hasil kecuali kelelahan. Orang tua dan pendidik lebih mengutamakan jika anak belajar atau membantu orang tua jika mereka memiliki waktu senggang daripada digunakan waktu tersebut untuk hal yang tidak berguna.




                                                                                    Jakarta, 27 Maret 2011



                                                                                                Penulis

DAFTAR ISI


Kata Pengantar                                                                                            1
Daftar Isi                                                                                                        2

BAB I  PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ………………………………         3         
1.2 Perumusan Masalah …………………………………..         5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian bermain …………………………………...          6
2.2 Hal-hal yang Dipelajari Anak Melalui Bermain .........         7
2.3 Pengertian Perkembangan anak ………………........          8
2.4 Prinsip perkembangan anak …………………….......           9
2.5 Karakteristik umum perkembangan anak …….........           10
2.6 domain utama perkembangan anak …………..........           11
2.7 Pengaruh bermain terhadap perkembangan anak ...        16

BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN ………………………………………..            ..          21
3.2 SARAN ………………………………………………..            ..          21

Daftar Pustaka ..........................................................................      22


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar belakang masalah
Bermain adalah dunia sekaligus sarana belajar anak. Memberikan kesempatan anak untuk bermain berarti memberikan kesempatan kepada mereka untuk belajar. Memberikan kesempatan anak untuk belajar dengan cara-cara yang dapat dikategorikan sebagai bermain berarti telah berusaha membuat pengalaman belajar itu dirasakan dan dipersepsikan secara alami oleh anak yang bersangkutan sehingga menjadi bermakna baginya.
Bermain merupakan inti dari program perkembangan anak usia dini yang paling tepat. Anak memiliki cara yang sesuai dengan diri mereka untuk menjadi lebih cerdas dari hari ke hari. Anak bermain karena mereka memiliki energi berlebih. Energi ini mendorong mereka untuk melakukan aktivitas sehingga mereka terbebas dari perasaan tertekan.
            Aktivitas-aktivitas di kelas yang diprakarsai dan dirancang guru dapat dikatakan bermain apabila menyediakan berbagai pilihan untuk anak, menyenangkan dan ada interaksi di antara anak. Sementara bagi guru, suatu kegiatan dapat dikatakan bermain apabila mengandung unsur eksplorasi, eksperimentasi dan penemuan.
            Kegiatan bermain mengandung unsur: (1) menyenangkan dan menggembirakan bagi anak, anak menikmati kegiatan bermain tersebut, mereka tampak riang dan senang, (2) dorongan bermain muncul dari anak bukan paksaan dari orang lain, (3) anak melakukan karena spontan dan sukarela, anak tidak merasa diwajibkan, (4) semua anak ikut serta secara bersama-sama sesuai peran masing-masing, (5) anak berlaku pura-pura, atau memerankan sesuatu, anak pura-pura marah atau pura-pura menangis, (6)  anak menetapkan aturan main sendiri, baik aturan yang diadopsi orang lain maupun aturan yang baru, aturan main itu dipenuhi oleh semua peserta bermain, (7) anak berlaku aktif, mereka melompat atau menggerakkan tubuh, tangan dan tidak sekedar melihat, (8) anak bebas memilih mau bermain apa dan beralih ke kegiatan bermain lain, bermain bersifat fleksibel.
Slogan bermain sambil belajar sangat sesuai dengan karakteristik kurikulum untuk anak usia dini, terutama kurikulum untuk anak TK kebawah. Bermain, disebutkan dalam kurikulum merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anak usia dini. Upaya-upaya pendidikan yang diberikan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan dan menggunakan strategi mode, materi/bahan, media yang menarik serta mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
Para pendidik memiliki masalah yang sama, yakni merancang kegiatan membaca, menulis, berhitung dan menggambar yang dapat memenuhi kegiatan bermain anak. Juga menyajikan pembelajaran yang bersifat sukarela, tanpa evaluasi benar-salah, tanpa usaha besar, dengan sedikit perintah dari guru, memungkinkan aktivitas fisik dan ada pilihan untuk berhenti. Ini berarti perlu diciptakan permainan yang bermuatan akademis tetapi tetap memenuhi kriteria bermain dalam persepsi anak.
            Oleh karena anak belajar melalui kegiatan bermain, maka mau tidak mau, guru perlu merancang kegiatan pembelajaran yang memiliki ciri-ciri bermain. Bermain, dalam kaitan ini, merupakan salah satu strategi pembelajaran. Manfaat-manfaat yang dapat dipetik melalui bermain sambil belajar antara lain : (1) mendorong anak-anak belajar tentang pakaian yang sesuai untuk musim-musim atau acara tertentu. Guru dapat menyediakan beberapa jenis pakaian, (2) mendorong anak-anak belajar bagaimana membuat warna sekunder. Guru menyediakan cat dengan warna-warna primer, (3) mendorong anak-anak untuk mendemonstrasikan kecakapannya dama mengklasifikasi. Guru menyediakan daun-daunan, kulit kerang, biji-bijian, kancing, model-model tanaman dan hewan, (4) mendorong anak belajar tentang karakteristik ukuran tiga dimensi. Guru menyediakan benda-benda dalam kotak, balok geometri dan balok-balok untuk merangcang bangunan seperti lego dan bricks, (5) mendorong anak belajar tentang erosi tanah, pengikisan oleh air. Guru menyediakan air dalam ember, pasir atau tanah dihalaman.
Sebagian orang dewasa masih beranggapan bahwa anak tidak mungkin dapat belajar apabila mereka menghabiskan waktu hanya untuk bermain. Padahal, perlu diyakini bahwa bermain memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan kemampuan akaemik anak (Brewer, 1995).
            Baik Piaget maupun Vygotsky menandaskan bahwa bermain berkaitan erat dengan representasi (gambaran), yakni pada bagaimana anak menggambarkan dunia dan mengekspresikan perasaan dan kebutuhannya.
            Dilatarbelakangi dengan alasan tersebut, bahwa pentingnya menerapkan kegiatan belajar yang mampu mengembangkan perkembangan anak usia 4-6 tahun dengan tetap menerapkan prinsip bermain dalam persepsi anak, maka penulisan mengenai pangaruh bermain terhadap perkembangan anak  usia 4-6 tahun penting dan perlu dilakukan guna menyikapi tentang pengaruh bermain terhadap perkembangan anak usia 4-6 tahun.

1.2       Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh bermain terhadap perkembangan anak usia 4-6 tahun?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Pengertian bermain
Bermain merupakan suatu hal yang penting bagi anak. Bermain merupakan sarana untuk mengekspresikan minat mereka terhadap suatu hal, seperti yang telah dikemukakan oleh para ahli. Menurut Hurlock bermain adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar suatu kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar. Menurut Piaget bermain berkaitan erat dengan representasi (gambaran), yakni pada bagaimana anak menggambarkan dunia dan mengekspresikan perasaan dan kebutuhannya. John Amos Comenius memberi pengertian lain tentang bermain bahwa bermain menjadi suatu yang penting dalam proses pembelajaran, karena anak akan mendapatkan pengalaman langsung dan bertambahnya kretivitas. Jadi, pengertian bermain adalah kegiatan yang penting dalam proses pembelajaran yang berdasarkan atas dasar kesenangan yang membuat anak mendapatkan pengalaman langsung dalam mengekspresikan perasaan dan kebutuhannya.
Bermain dalam tatanan sekolah dapat digambarkan sebagai suatu rentang rangkaian kesatuan yang berujung pada bermain bebas, bermain dengan bimbingan dan berakhir pada bermain dengan diarahkan. Dalam bermain bebas dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan bermain dimana mendapat kesempatan melakukan berbagai pilihan alat dan mereka dapat memilih bagaimana menggunakan alat-alat tersebut. Sedangkan kegiatan bermain dengan bimbingan, guru memilih alat permaianan dan diharapkan anak-anak dapat memilih guna menemukan suatu konsep (pengertian) tertentu. Apabila tujuannya melakukan klasifikasi benda dalam ukuran tertentu (besar/kecil), maka guru akan menyediakan sejumlah mainan yang dapat diklasifikasikan dalam kelompok yang berukuran besar atau yang kecil. Dalam bermain yang diarahkan guru mengajarkan bagaimana cara menyelesaikan suatu tugas yang khusus. Menyanyikan suatu lagu, bermain bersama jari dan bermain dalam lingkaran adalah contoh dari bermain yang diarahkan.

2.2         Hal-hal yang dipelajari anak melalui bermain
Anak-anak belajar tentang banyak hal dalam bermain. Hal-hal yang dipelajari anak melalui bermain dapat diidentifikasikan, antara lain: (1) anak belajar untuk menerima, mengekspresikan dan menguasai perasan mereka secara positif dan konstruktif, (2) anak belajar tentang diri mereka sendiri. Anak juga belajar meyakini sudut pandangnya sendiri yang hal tersebut membuat anak termotivasi untuk menguasai dan mengembangkan jati diri, ketenangan diri dan harga diri, (3) anak belajar tentang tingkah laku sosial seperti pergiliran berbicara, bekerja sama, berbagi dan saling membantu, (4) anak belajar untuk mengungkapkan ide dan perasaannya secara verbal, menyimak tuturan orang lain, memahami sudut pandang orang lain dan belajar memutuskan suatu rencana kegiatan untuk memecahkan masalah, (5) anak belajar menjadi penengah (pendamai). Anak juga belajar bernegosiasi, melakukan rekonsiliasi dan menyelesaikan konflik melalui “atmosfer” yang positif, (6) anak belajar menghargai dan mempedulikan orang lain. Anak juga belajar memilih jalan damai dan saling manjaga satu sama lain, (7) anak belajar mengembangkan keterampilan berbahasa serta mengembangkan kosakata, (8) anak belajar tentang geometri seperti eksplorasi berbagai ukuran (besar-kecil, panjang-pendek) dan bentuk-bentuk tiga dimensi. Proses ini terjadi ketika anak bermain dengan balok dalam berbagai ukuran, (9) anak belajar menggunakan konsep matematika untuk memecahkan masalah, seperti berapa piring yang dibutuhkan dalam satu meja, berapa garpu yang dibutuhkan. Anak memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi hubungan matematika dengan lingkungannya. Rasa ingin tahu, berpikir divergen dan motivasi untuk belajar merupakan kunci keberhasilan dalam pembelajaran matematika dan sains. Pengalaman langsung melalui bermain lebih efektif dalam mengembangkan kemampuan berpikir logika- matematika daripada meniru model orang dewasa. Bermain lebih memungkinkan anak mengembangkan konsep yang didasarkan pada klasifikasi dan mengkonstruksi kategori melalui tindakan mereka sendiri, (10) anak belajar berbagai keterampilan motorik halus seperti mengecat, memotong, membentuk tanah liat, menggunakan berbagai krayon, membangun lego. Kesemuanya sangat bermanfaat sebagai persiapan belajar menulis, (11) anak belajar tentang biji-bijian, seperti memilah biji-bijian, mengklasifikasi, belajar menyemai dan merawat biji-bijian itu, (12) anak belajar tentang sains, seperti ketika mereka bermain pasir dan mengamati cuaca, (13) anak belajar tentang biologi. Hal ini terjadi ketika anak bermain dengan miniature binatang dan mengamati gambar-gambar serta siklus kehidupan hewan-hewan, (14) anak belajar tentang kimia. Hal ini terjadi ketika anak mencampurkan warna, mengamati efek garam dan gula yang diaduk dengan air dan mengamati proses pembakaran proses pembakaran kertas dan kayu.[1]

2.3         Pengertian perkembangan anak
Menurut Van Den Daele perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman yang berubah secara kualitatif. Sedangkan Lerner & Hultsch menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang teratur dan bersistem yang terjadi di dalam diri seseorang dan juga melihat adanya perbedaan perkembangan antar individu. Jadi, dapat diartikan bahwa perkembangan adalah serangkaian perubahan yang terjadi secara teratur dan bersistem sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.
Manusia tidak pernah statis. Semenjak pembuahan hingga ajal selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun kemampuan psikologis. Piaget menjelaskan bahwa struktur itu tidak pernah statis dan sudah ada sejak awal. Dengan kata lain, organisme yang matang selalu mengalami pembuahan yang progresif sebagai tanggapan terhadap kondisi yang bersifat pengalaman dan perubahan-perubahan itu mengakibatkan jaringan interaksi yang majemuk.

2.4         Prinsip perkembangan anak
Secara umum, ada 6 prinsip perkembangan anak, antara lain (1) anak berkembang secara keseluruhan, ketika kita memperhatikan bagaimana anak tumbuh dan belajar maka kita akan memperhatikan seluruh domain perkembangannya. Pendidik anak usia dini akan memahami perkembangan  anak dan tahu bahwa domain-domain itu saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Pendidik yakin bahwa domain itu tidak dapat dikembangkan secara terpisah dan tidak ada domain yang lebih penting dari yang lainnya, (2) perkembangan itu mengikuti pola yang sudah dapat diperkirakan, anak-anak menjadi terampil dan mencapai tahap perkembangan yang paling penting dalam sekuen yang dapat diperkirakan. Perkembangan merupakan hal yang bersifat sekuensial dan kumulatif. J. Mc Vicker Hunt mengungkapkan konsep optimal match antara tingkat pemahaman atau keterampilan yang dimiliki anak saat ini dengan kemahiran atas pengetahuan atau keterampilan yang baru, (3) kecepatan dari perkembangan anak itu bervariasi, arah dan sekuen perkembangan setiap anak itu sama namun setiap anak akan berkembang sesuai kecepatan yang dimilikinya. Contoh, ada anak usia dini yang dapat berjalan pada usia 9 bulan namun ada juga anak usia dini yang baru dapat berjalan pada usia 2 tahun. Walaupun kecepatannya berbeda namun arah perkembangannya tetap sama, (4) perkembangan dipengaruhi oleh kematangan dan pengalaman, kematangan adalah potensi genetik menetap yang berkembang sejalan dengan bertambahnya usia anak. Dengan adanya kematangan anak akan mampu untuk melangkah ke arah perkembangan karena di tunjang oleh kematangan fisik. Pengalaman terjadi akibat adanya interaksi antara individu dengan lingkungna sekitarnya. Dengan pengalaman anak akan memiliki bekal karena anak sudah memiliki pengalaman akan perkembangannya yang terdahulu, (5) perkembangan terjadi dari atas ke bawah dan dari pusat ke luar, perkembangan fisik terjadi dari atas ke arah bawah (cephalocaudal pattern).  Misalnya anak belajar untuk merangkak, pada mulanya bagian tubuh yang diangkat adalah kepala, pundak, perut lalu bokong. Tumbuh dan kematangan anak juga terjadi dari pusat ke arah luar (proximodistal pattern). Misalnya pada anak yang sedang melukis, pada mulanya yang berkembang adalah otot-otot besar yang paling dekat dengan pusat badan tumbuh dan berkembang, mengkoordinasikan fungsinya sebelum otot-otot kecil yang ada di tangan dan jari-jari. (6) budaya mempengaruhi perkembangan, perkembangan anak dipengaruhi oleh budaya dimana anak itu tinggal dan tumbuh. Nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan dari setiap budaya menentukan banyaknya pengalaman-pengalaman dan kesempatan-kesempatan yang disediakan bagi anak-anak.

2.5         Karateristik umum perkembangan anak
Karakteristik umum perkembangan anak, antara lain (1) masa bertumbuh dan berkembang, karakteristik yang paling mudah diperkirakan adalah masa bertumbuh dan berkembang. Karena setiap anak pasti akan mengalami masa bertumbuh dan berkembang baik dalam segi fisik, kognitif dan sosial emosional, (2) irama alamiah, perkembangan anak akan berkembang secara almiah. Saat anak sedang berkembang jangan terlalu memburu si anak untuk mencapai target yang belum sesuai dengan usianya. Biarkan anak berkembang secara alamiah, (3) kemandirian, dengan mulai membiasakan anak untuk berlatih sedari kecil akan membiasakan anak untuk hidup disiplin, (4) memiliki harga diri, anak usia dini sudah memiliki harga diri, hal ini dibuktikan dengan apabila anak melakukan sesuatu yang menurut lucu maka semua akan tertawa melihat kelucuan tersebut namun anak usia dini tidak suka dengan hal tersebut dan biasanya anak usia dini akan menangis, (5) berpusat pada diri, karakteristik yang paling menonjol pada diri anak adalah egocentrisme. Ia ingin semua hal berpusat pada ia dan segala sesuatu akan ia lihat dari sudut pandangnya sendiri, (6) belajar melalui indera dan bekerja. anak akan belajar sesuatu hal yang batu melalui inderanya. Anak akan belajar mengetahui benda yang kasar dan benda yang halus jika ia mampu untuk mencoba untuk membelai benda tersebut dengan indera perabanya, (7) mengulang hal yang disukai, anak usia dini akan selalu mengulangi hal-hal yang ia sukai. Kebiasaan ini akan terjadi pada anak usia 2 tahun ke atas, (8) meniru, anak usia dini sangat mudah meniru setiap peristiwa yang intens dilakukan. Hal ini sebagai proses dari pembelajaran, (9) menyukai proses, anak usia dini sangat menyukai proses daripada hasil yang ia dapat. Karena dalam proses anak akan mendapatkan pengalaman yang menggembirakan baginya.

2.6         Domain utama perkembangan anak
Perkembangan yang pertama berkembang sejak lahir adalah perkembangan fisik-motorik, Perkembangan fisik-motorik adalah perkembangan yang mengarah ke arah kuantitas atau yang dapat diukur, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan sebagainya.
Tahapan perkembangan motorik dibagi menjadi 4 tahapan. Tahapan pertama adalah gerakan refleks (0-1 tahun). Bentuk gerakan pada tahapan ini tidak direncanakan, merupakan dasar dari perkembangan motorik. Melalui gerak refleks bayi memperoleh informasi tentang lingkungannya, seperti reaksi terhadap sentuhan, cahaya, suara. Gerakan ini berkaitan dengan meningkatnya pengalaman anak untuk mengenal dunia pada bulan-bulan pertama mengenal kehidupan setelah kelahiran. Oleh karena itu kegiatan bermain sangat penting untuk menolong anak belajar teng dirinya dan dunia luar.
Tahapan yang kedua adalah gerakan permulaan (lahir-2 tahun). Gerak permulaan ini merupakan bentuk gerak sukarela yang pertama. Dimulai dari lahir sampai usia 2 tahun. Gerakan permulaan membutuhkan kematangan dan berkembang berurutan. Urutan ini terbentuk alami. Rata-rata kemampuan ini didapat dari anak ke anak, meskipun secara biologis, dan lingkungan sangat berperan. Gerakan ini ada sebagai kemampuan untuk bertahan hidup dan merupakan gerakan yang mempersiapkan anak untuk memasuki tahap gerakan dasar. Beberapa gerakan keseimbangan seperti mengontrol kepala, leher, dan otot badan. Gerakan manipulative seperti menggapai, menggenggam, dan melepaskan; dan gerakan lokomotor seperti, merayap, merangkak, dan berjalan.
Tahapan yang ketiga adalah gerakan dasar (2-7 tahun). Gerakan ini muncul ketika anak aktif bereksplorasi dan bereksperimen dengan potensi gerak yang dimilikinya. Tahap ini merupakan tahap menemukan bagaimana menunjukkan berbagai gerak keseimbangan, lokomotor dan manipulative, maupun penggabungan ketiga gerakan tersebut. anak mengembangkan gerakan dasar ini untuk belajar bagaimana merespon kontrol motorik dan kompetensi gerakan dari berbagai rangsangan. Gerakan dasar ini juga digunakan sebagai dasar pengamatan tingkah laku anak. Beberapa kegiatan lokomotor seperti melempar dan menangkap, dan kegiatan keseimbangan seperti berjalan lurus dan keseimbangan berdiri dengan satu kaki merupakan gerakan yang dapat dikembangkan semasa kanak-kanak.
            Tahapan yang keempat adalah gerakan keahlian (7-14 tahun). Tahapan ini merupakan tahap gerakan yang semakin bervariasi dan kompleks, seperti gerakan sehari-hari, rekreaasi dan olahraga baru. Periode ini merupakan tahap dimana keahlian keseimbangan dasar, gerak lokomotor dan manipulative meningkat, berkombinasi, dan terelaborasi dalam berbagai situasi. Misalnya gerakan dasar melompat dan meloncat, dikombinasikan kedalam kegiatan menari atau lompat-jongkok-berjalan dalam mngikuti jejak.
Perkembangan yang kedua adalah perkembangan kognitif. Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir. Piaget membagi tahapan perkembangan kognitif ke dalam empat periode.
Periode pertama pada usia 0-2 tahun disebut sebagai periode kepandaian sensori-motorik. Periode ini terbagi atas 6 tahapan, antara lain (1) penggunaan refleks-refleks (lahir-1 bulan), refleks bawaan yang sangat jelas pada bayi yaitu refleks untuk menghisap, bayi otomatis akan menghisap kapan pun bibir mereka disentuh, (2) reaksi sirkuler primer (1-4 bulan), pada tahap ini pula bayi menghadapi suatu pengalaman baru dan berusaha untuk mengulanginya, (3) reaksi sirkuler sekunder (4-10 bulan), tahap ini terjadi ketika bayi menemukan dan menghasilkan kembali peristiwa menarik di luar dirinya, (4) koordinasi skema-skema sekunder (10-12 bulan), pada tahap ini anak belajar untuk mengkordinasikan dua skema terpisah demi mendapatkan hasil. Pencapaian baru ini terlihat ketika bayi berhadapan dengan rintangan-rintangan (5) reaksi-reaksi sirkuler tersier (12-18 bulan), pada tahap ini anak bereksperimen dengan tindakan-tindakan yang berbeda-beda untuk mengamati hasil yang berbeda-beda, (6) permulaan berpikir (18 bulan-2 tahun), pada tahap ini anak mulai memikirkan situasi secara lebih internal, sebelum bertindak. Jika pada tahap 5 anak mencoba memecahkan masalah dengan coba-coba (trial and error) maka pada tahap ini anak dapat memikirkan sejenak cara untuk menyelesaikan masalah.
Periode kedua pada saat usia 2-7 tahun disebut sebagai periode pikiran operasional. Ciri periode ini, antara lain (1) pikiran anak berkembang cepat ke sebuah tatanan baru, yaitu simbol-simbol, (2) pikiran anak pada dasarnya tidak sistematis dan tidak logis, (3) anak-anak mulai menggunakan simbol-simbol ketika menggunakan sebuah objek, (4) bahasa mulai berkembang pada tahapan ini, (5) penalaran anak transduktif (berpindah dari hal-hal khusus ke hal khusus lainnya), (6) anak-anak gagal untuk mengkonversi. anak hanya memusatkan pada satu dimensi, (7) anak sebenarnya telah memahami adanya dua dimensi perceptual (regulasi intuitif), namun belum bisa memikirkan keberadaan keduanya secara serempak sehingga baginya perubahan pada satu dimensi membatalkan perubahan pada dimensi lainnya, (8) anak belum mampu mengklasifikasi, (9) anak berpikir egosentrisme, (10) anak belum memahami arti kemenangan, (11) anak beranggapan bahwa benda tidak hidup, (12) anak beranggapan bahwa mimpi itu nyata dan dapat dilihat oleh orang lain, (13) anak memiliki kepatuhan yang membuta pada aturan-aturan yang dipaksakan orang-dewasa (heteronomy moral).
Periode ketiga pada saat usia 7-11 tahun disebut sebagai periode operasi-operasi berpikir konkret. Ciri periode ini, antara lain (1) anak sudah memahami pengkonversian zat cair, (2) berangsur-angsur anak meninggalkan label hidup pada objek-objek yang bergerak dan melabelkannya pada tumbuhan dan hewan, (3) anak menyadari kalau mimpi bukan hanya tidak nyata, namun juga tidak terlihat dari luar, berasal dari dalam, (4) anak mampu memahami dua aspek suatu persoalan secara serempak membentuk landasan bagi pemikiran sosial sekaligus pemikiran ilmiah. Anak mampu berpikir sistematis berdasarkan tindakan mentalnya (mengacu pada objek-objek yang bisa diindera dan aktivitas riil), (5) dalam interaksi sosial anak memahami bukan hanya apa yang mereka katakana tetapi juga kebutuhan pendengarnya.
Periode keempat pada saat usia 11 tahun sampai dewasa disebut sebagai periode operasi berpikir formal. Pada tahapan ini remaja mulai menata pikiran hanya di dalam pikiran mereka sendiri. Kemampuan untuk menalar terkait dengan kemungkinan-kemungkinan hipotesis. Bekerja dengan sistematis untuk mencoba semua kemungkinan. Beberapa orang ada yang mencoba beragam kombinasi/percobaan namun kemudian mencoba untuk menulis dahulu kemungkinan-kemunginan yang ada sebelum bertindak lebih jauh. Esensi dari penalaran ini adalah pemikiran sistematis tentang hipotesis-hipotesis. Pikiran mencapai derajat kesetimbangan tertinggi. Mulai memikirkan masalah-masalah yang lebih jauh jangkauannya. Kekuatan baru kognitif bisa mengarah pada idealisme, memegang prinsip-prinsip dan ideal-ideal yang abstrak. Egosentrisme pada tahap ini muncul kembali ketika melekatkan kekuatan tak terbatas pada pikiran mereka sendiri. Mimpi tentang masa depan tanpa mengetesnya pada pikiran yang realistis. Namun kemudian belajar batasan-batasan dan resistensi bagi pikiran-pikiran mereka sendiri. Mereka belajar bahwa konstruksi teoritis dan mimpi (visi utopian = tujuan tertentu yang sulit untuk diwujudkan) akan bernilai jika terkait dengan bagaimana keduanya beroperasi dalam realitas.
Perkembangan yang ketiga adalah perkembangan sosial-emosional. Sosial emosional adalah perkembangan yang berhubungan dengan emosi rasa senang, marah, jengkel, sedih dan segala perasaan yang berhubungan dengan lingkungan. Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat di mana anak berada. Reaksi mereka terhadap rasa sakit, rasa dingin, bosan atau lapar biasanya berupa tangisan. Tangisan tersebut dapat dibedakan menjadi 6 tangisan, antara lain (1) tangisan lapar, terdengar dalam nada berulang-ulang. Pertama ia menangis lalu berhenti untuk mengambil napas kemudian menangis lagi. Aktivitas ini terjadi berulang-ulang, (2) tangisan ingin buang air atau sudah buang air didalam popok. Suara pada awalnya terdengar pelan, kemudian makin keras. Terlihat menggeliat di tempat tidurnya, (3) tangisan sakit, tangisan sakit diawali dengan nada tinggi hampir seperti jeritan, kemudian terengah-engah lalu menarik napas lalu menjerit lagi, (4) tangisan bosan (biasanya bosan berbaring), terdengar mirip dengan jeritan, anak-anak tidak akan berhenti menangis, (5) tangisan manja atau minta digendong, ia akan merengek dengan menjengkelkan, kepalanya terangguk-angguk beberapa detik dan mungkin kita dapat melihat bahwa ia menggosok-gosokkan tangannya ke mata serta wajahnya, (6) tangisan kesepian, tangisannya terdengar bernada sedih, bukan marah.
Perkembangan sosial anak ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga, ia makin mendekatkan diri pada orang lain di samping anggota keluarga. Meluasnya lingkungan sosial bagi anak menyebabkan anak menjumpai pengaruh-pengaruh yang ada di luar pengawasan orang tua. Ia bergaul dengan teman-teman, ia mempunyai guru-guru yang mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam proses emansipasi. Dalam proses emansipasi dan individu maka teman-teman sebaya mempunyai peranan yang besar. Di samping itu, perkembangan motif prestasi atau identitas gender sangat penting, tetapi juga perkembangan norma atau seperti yang Piaget sebut moralitas, justru dalam periode ini mendapatkan kemajuan yang esensial.

2.7       Pengaruh bermain terhadap perkembangan anak
Bermain merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam periode perkembangan diri anak yang meliputi dunia fisik, sosial dan kognitif. Pendek kata, bermain berkaitan erat dengan pertumbuhan anak. Kegiatan bermain memiliki kekuatan untuk menggerakkan perkembangan anak. Pada masa anak-anak, bermain merupakan landasan bagi perkembangan mereka karena bermain merupakan bagian dari perkembangan sekaligus sumber energi perkembangan itu sendiri.
Beberapa ahli yakin bahwa bermain mempengaruhi perkembangan anak melalui 3 cara. Pertama, bermain menciptakan Zone of Proximal Developmental (ZPD) anak, yakni wilayah yang manghubungkan antara kemampuan aktual anak dan kemampuan potensial anak. Saat bermain, anak melakukan sesuatu yang melebihi usianya dan tingkah laku mereka sehari-hari. Bermain dapat diibaratkan sebagai kaca pembesar yang berisi semua kecenderungan perkembangan. Peran, aturan dan dukungan motivasional dimungkinkan oleh situasi imajiner yang menyediakan bantuan bagi anak untuk membentuk tingkat yang lebih tinggi pada ZPDnya.
Kedua, bermain memfasilitasi pemisahan pikiran dari objek dan aksi. Didalam bermain anak lebih menuruti apa yang ada dalam pikirannya dari yang ada dalam realita. Karena bermain memerlukan penggantian suatu objek dengan yang lain, anak-anak mulai memisahkan makna atau ide suatu objek dengan objek itu sendiri. Ketika seorang anak menggunakan balok sebagai gelas dan minum dari gelas tersebut, anak mengambil makna gelas dan memisahkan makna itu dari objeknya. Sejalan dengan perkembangan anak, kemampuan anak untuk membuat subtitusi ini  menjadi lebih fleksibel. Pemisahan antara makna dengan objeknya merupakan persiapan untuk perkembangan membuat gagasan dan berpikir abstrak. Di dalam berpikir abstrak, anak mengevaluasi, memanipulasi dan memonitor ide dan pikiran tanpa mengacu pada dunia nyata.
Ketiga, bermain mengembangkan penguasaan diri. Di dalam bermain, anak tidak dapat bertindak sembarangan. Anak mesti bertindak sesuai skenario. Anak yang bertindak sebagai bayi harus menirukan tangis bayi dan berhenti ketika ayah membujuknya. Kegiatan menangis merupakan tingkah laku yang disengaja yang menggunakan fungsi mental yang lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa anak dapat menguasai tingkah laku mereka. Bermain memerlukan kesadaran dan kontrol yang lebih signifikan dari konteks lain. Hal ini memungkinkan suatu ZPD untuk perkembangan fungsi mental yang lebih tinggi.[2]
Pengaruh bermain terhadap perkembangan fisik-motorik pada anak usia 4-6 tahun berpusat pada kontrol gerak motorik kasar anak. Melalui bermain, anak dapat mengontrol gerak motor kasar. Pada saat itulah, mereka dapat mempraktekkan semua gerakan motorik kasar seperti berlari, meloncat dan melompat. Anak-anak terdorong untuk mengangkat, membawa, berjalan atau meloncat, berputar dan beralih respon untuk irama.
Anak usia 4 hingga 6 tahun perlu bermain aktif. Mereka dapat melempar, menangkap, menendang, memukul, bersepeda roda dua dan meluncur. Saat ini banyak anak yang menghabiskan waktunya untuk aktivitas pasif, seperti menonton televisi atau video. Anak itu membutuhkan kesempatan untuk memanjat, berayun, mendorong, menarik, berlari, meloncat, melompat dan berjalan dalam rangka menguasai tubuh mereka.
Pengaruh bermain terhadap perkembangan fisik-motorik pada anak usia 4-6 tahun juga berpusat pada penguasaan keterampilan motorik halus. Melalui bermain anak dapat mempraktekkan  keterampilan motorik halus mereka seperti menjahit, menata puzzle, memaku paku ke papan, meniti balok titian, melompati berbagai objek, melompati tali, melompat dan turun melewati beberapa anak tangga, memanjat, koordinasi gerakan berenang, mengendarai sepeda roda dua dan mengecat. Perkembangan dan kemampuan motorik halus anak dapat dipacu dengan menyediakan kesempatan yang luas kepada mereka yang mencoba, menyediakan perangkat-perangkat yang memadai dan dibutuhkan, serta memberikan bantuan yang dibutuhkan. Bukti menunjukkan bahwa pengalaman-pengalaman anak  dan antisipasikultural amat kondusif bagi perkembangan keterampilan motorik halus ini.
Bermain membantu anak membangun konsep dan pengetahuan. Anak-anak tidak membangun konsep atau pengetahuan dalam kondisi yang terisolasi, melainkan melalui interaksi dengan orang lain. Pengetahuan tentang sekolah, misalnya dibangun lewat informasi yang didengarnya dari orang lain, mengamati bangunan sekolah, aturan atau apapun tentang sekolah dari berbagai sumber. Begitu anak menyimpan kenangan tentang sekolah, maka hal itu akan diolahnya sehingga membentuk konsep yang semakin lama semakin sempurna.
Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir abstrak. Proses ini terjadi ketika anak bermain peran dan bermain pura-pura. Vygotsky menjelaskan bahwa anak sebenarnya belum mampu berpikir abstrak. Makna dan obyek masih berbaur menjadi satu. Ketika anak bermain telepon-teleponan, anak belajar bagaimana memahami perspektif orang lain, menemukan strategi bermain bersama  orang lain dan memecahkan masalah. Fokus perkembangan intelektual dapat dilihat melalui bahasa dan literasi serta berpikir logiko- matematis.
Bermain mendorong anak untuk berpikir kreatif. Bermain mendukung tumbuhnya pikiran kreatif karena di dalam bermain anak memilih sendiri kegiatan yang mereka sukai, belajar membuat identifikasi tentang banyak hal, belajar menikmati proses sebuah kegiatan, belajar mengontrol diri mereka sendiri dan belajar mengenali makna sosialisasi dan keberadaan diri antara teman sebaya. Di dalam bermain, anak terdorong untuk melihat, mempertanyakan sesuatu, menemukan atau membuat jawaban, dan menguji jawaban dan pertanyaan yang mereka buat sendiri. Ketika tidak dihalangi untuk melakukan hal-hal ini, mereka terus melakukannya dan terus berusaha untuk mencapai yang lebih baik lagi. Kreativitas akan terpupuk saat demi saat, tahap demi tahap.
Bermain terhadap perkembangan sosial-emosional anak
Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan mengorganisasi dan menyelesaikan masalah. Anak-anak yang bermain harus berpikir tentang bagaimana mengorganisasikan materi sesuai dengan tujuan mereka bermain. Anak-anak yang bermain dokter-dokteran harus berpikir di mana ruang dokter, apa yang akan dipergunakan sebagai stetoskpo. Anak juga memikirkan tugas dokter dan mempertimbangkan materi-materi tertentu, seperti warna, ukuran dan bentuk agar sesuai dengan karakteristik dokter yang diperankan. Selama bermain itu anak menemukan pengalaman baru, memanipulasi benda dan alat-alat, berinteraksi dengan anak lain dan mulai menyusun pengetahuannya tentang dunia. Bermain menyediakan kerangka bagi anak untuk mengembangkan pengetahuan mereka tentang diri mereka sendiri, orang lain dan lingkungannya.
Bermain dapat meningkatkan kompetensi sosial anak. Bermain mendukung perkembangan sosialisasi dalam hal-hal, antara lain : (1) interaksi sosial, yakni interaksi dengan teman sebaya, orang dewasa dan memecahkan konflik, (2) kerjasama, yakni interaksi saling membantu, berbagi dan pola pergiliran, (3) menghemat sumber daya, yakni menggunakan dan menjaga benda-benda dan lingkungan secara tepat, (4) peduli terhadap orang lain, seperti memahami dan menerima perbedaan individu, memahami masalah multibudaya.
Bermain dapat membantu anak mengekspresikan dan mengurangi rasa takut. Suatu studi melaprkan adanya reaksi sekelompok anak setelah mereka menyaksikan kecelakaan di taman bermain dan mendeskripsikan bagaimana melampiaskan tekanan itu melalui bermain. Anak-anak dalam kelompok yang berbeda (3,4 dan 5 tahun) menggambarkan kecelakaan itu kedalam kegiatan yang berbeda, tetapi setiap kelompok mengungkapkan ketakutan mereka dan mencoba membebaskannya melalui permainan rumah sakit-rumah sakitan atau permainan lain yang menceritakan orang yang kesakitan. Anak-anak yang ketakutan akan terkurangi rasa takutnya setelah mereka mengekspresikan ketakutannya itu ke dalam kegiatan bermain.
Bermain dapat membantu anak menguasai konflik dan trauma sosial. Bermain membantu perkembangan emosi yang sehat dengan cara menawarkan kesembuhan dari rasa sakit dan kesedihan. Melalui bermain, anak belajar menyerap, mengekspresikan dan menguasai perasaan mereka secara positif dan konstruktif.
Bermain juga dapat membantu anak mengenali diri mereka sendiri. Bermain memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menjadi diri mereka sendiri, mengenal diri mereka sendiri, untuk membentuk desain kehidupan yang lebih baik. Anak-anak lebih memahami diri mereka sendiri dalam hubungannya dengan dunia karena pengalaman bermain memungkinkan mereka menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam hati. Bermain juga dapat menjadi sebuah alat penyembuh dalam kehidupan anak-anak. Anak-anak memerankan perasaan dan kegelisahan mereka, serta mengembil jalan keluar yang lebih memuaskan dalam suatu lingkungan yang mendukung dan berterima.

BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Bertitik tolak dari materi yang telah diberikan pada bagian-bagian terdahulu, dapat diketahui bahwa bermain merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam periode perkembangan diri anak. Perkembangan yang paling berpengaruh dalam proses bermain anak, meliputi perkembangan fisik-motorik, perkembangan kognitif dan perkembangan sosial emosional. Perkembangan fisik-motorik adalah perkembangan yang mengarah ke arah kuantitas atau yang dapat diukur, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan sebagainya. Perkembangan kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir. Sosial emosional adalah perkembangan yang berhubungan dengan emosi rasa senang, marah, jengkel, sedih dan segala perasaan yang berhubungan dengan lingkungan.
Upaya-upaya pengembangan anak, khususnya dalam proses bermain yang dilakukan oleh orang tua dan guru serta pihak-pihak yang terkait, akan lebih memberikan hasil yang optimal apabila disertai dengan perluasan wawasan tentang perkembangan dan pengembangan anak. Wawasan yang luas dari para orang tua dan guru serta pihak-pihak yang tekait dengan usaha pendidikan dan perkembangan anak akan sangat membantu dalam mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif.

3.2         Saran
Segala kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat diharapkan oleh penulis.  apabila ada kekurangan atau salah kata mohon dibukakan pintu maaf selebar-lebarnya, karena hanya Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggilaih yang tidak ada kekurangannya.

DAFTAR PUSTAKA


Jamaris, Martini. Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Grasindo. 2006
Musfiroh, Tadkiroatun. Cerdas melalui Bermain.Jakarta: Grasindo. 2008
Patmonodewo, Soemiarti. Pendidikan Anak Prasekolah.Jakarta: Rineka Cipta. 2003




[1] Tadkiroatun Musfiroh, Cerdas Melalui Bermain (Yogyakarta: Grasindo, 2008), pp. 31-32.
[2] Ibid, pp. 6-8.

2 komentar:

  1. makasih yaa, makalahnya bermanfaat buat tugas sayaa

    BalasHapus
  2. bagus juga materinya
    pas dengan materi yang sedang aku cari..

    BalasHapus

Saran dan kritiknya yupp!!